Bagaimana kondisi perkembangan pendidikan di negeri
ini? Bagaimana halnya perkembangan budaya bangsa selama ini? Kita bisa merenung
sejenak tentang perkembangan pendidikan dan budaya bangsa yang berujung pada
karakter masyarakat kita dewasa ini.
Karakter bangsa yang sudah jauh dari
nilai-nilai ajaran agama, selain sudah tidak sesuai dengan Pancasila sebagai
dasar negara dan juga jauh dari semangat “Bhineka Tunggal Ika yang mengantarkan
bangsa Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaannya”.
Berbagai diskusi telah dilakukan oleh kelompok-kelompok
masyarakat baik formal maupun non-formal.
Langkah-langkah parsial juga telah dilakukan oleh para motivator, dosen, guru, tokoh spiritual dan berbagai tokoh
masyarakat di lingkungan kampus, institusi, sekolah, pondok pesantren dan
tempat-tempat lain yang secara sporadis tumbuh di mana-mana. Ini merupakan
kegiatan positif bahkan boleh dibilang
terobosan kreatif untuk menghadapi berbagai ironi di negeri ini. Kegiatan ini
bisa kita yakini akan membangun kesadaran kolektif warga bangsa. Kesadaran
kolektif tentang pentingnya perubahan yang akan memungkinkan terbentuknya
gerakan nasional perubahan.
Kita perlu bersama-sama membuka mata, membuka
telinga, membuka pikiran dan hati kita agar kita bisa menumbuhkan rasa cinta
kita terhadap tanah air, bangsa dan Negara yang kita cintai. Rasa cinta tanah
air ini akan membangkitkan rasa ikut memiliki (melu handarbeni), ikut
menjaga (melu hangrungkepi) dan berani melihat diri sendiri dengan
segala kekurangan sehingga selalu siap mendapat kritik dari siapapun dan
kapanpun (mulat sariro hangrosowani) terkait dengan kondisi negeri ini
dan sejauh mana dirinya telah berbuat.
Dengan demikian rasa cinta tanah air ini
harus dimiliki oleh seluruh warga masyarakat di negeri ini, apalagi generasi
muda. Pemuda merupakan penerus perjuangan
generasi terdahulu untuk mewujukan cita-cita bangsa, harapan dalam setiap
kemajuan di dalam suatu bangsa, yang dapat mengubah pandangan orang terhadap suatu
bangsa dan menjadi tumpuan para generasi terdahulu untuk mengembangkan suatu
bangsa dengan ide-ide ataupun gagasan yang berilmu, wawasan yang luas, serta
berdasarkan kepada nilai-nilai dan norma yang berlaku di dalam masyarakat.
Bahkan Presiden Pertama RI Ir. Soekarno dalam pidatonya pernah mengatakan: "Berikan aku 1000 anak muda maka aku akan memindahkan gunung,
tapi berikan aku 10 pemuda yg cinta akan tanah air maka aku akan mengguncang
dunia."
Mencermati berbagai
perkembangan situasi dan kondisi bangsa ini kita
tentu bisa melihat, merasakan, menyaksikan bahkan ikut mengalami sendiri betapa
ironisnya negeri ini. Mulai dari kepemimpinan, konflik sosial,
moralitas, pornografi, kenakalan remaja, ketidakjujuran dan kemunafikan, tawuran
antar kelompok, HIV/AIDS, Narkoba, realita sosial, kemiskinan, ancaman bom sampai dengan hutang luar negeri dan
peristiwa memilukan
lainnya. Perkembangan terakhir yang menambah
wajah suram negeri ini adalah negeri agraris yang terpaksa harus mengimpor
produk-produk pertanian mulai dari beras, kedelai sampai ke bawang merah dan
bawang putih. Sudah begitu masih diikuti mekanisme impor barang dengan
berbagai praktek kecurangan yang
dilakukan baik oleh para pengusaha maupun oknum birokrat. Belum lagi ironi di
bidang pendidikan, beberapa guru ditengarai melakukan pelecehan seksual
terhadap muridnya, tawuran antar pelajar dan mahasiswa, kurikulum, bahan
pelajaran dan komponen pendidikan
lainnya yang sangat jauh dari harapan tujuan pendidikan.
Kondisi demikian apabila terus
berlangsung tanpa adanya perubahan, masihkah Indonesia Raya sebagaimana yang kita nyanyikan itu sepuluh
atau dua puluh tahun ke depan? Apakah tidak akan
lahir penyesalan dan hujatan bahkan kutukan dari generasi mendatang terhadap
generasi kita saat ini? Haruskan sejarah mencatat bahwa generasi kita adalah
generasi yang tamak, rakus dan perusak
negeri ini? Sebagai warga bangsa, mari kita
sama-sama merenung dan merefleksikan sejenak sembari mencari berbagai langkah
dan tindakan alternatif yang masih memungkinkan kita lakukan.
Sebagai bangsa yang besar
sejatinya sudah sepantasnya kita bersyukur, kita telah dilahirkan di satu Negara
yang penuh potensi yang merupakan
anugrah dari Tuhan Yang Maha Murah kepada bangsa Indonesia. Bila
dilihat dari kondisi geografi,
demografi dan sumber kekayaan
alam serta keaneka-ragaman budaya yang
sangat menarik. Duniapun mengakui bahwa potensi yang dimiliki
Indonesia bisa menjadikan Negara ini masuk dalam negara-negara besar yang
disegani dan dihormati dunia. Mari
kita renungkan dan perhatikan potensi kita satu demi satu. Posisi geografi yang terletak diantara dua benua besar
dan dua samudera luas memberikan peluang strategis yang memungkinkan untuk mengalahkan
kemajuan Singapura, Malaysia dan Negara lain di Asia Tenggara.
Jumlah penduduk yang sangat besar dan memiliki kecerdasan intelegensi tinggi merupakan potensi
sumber daya manusia (manpower) yang sangat potensial untuk meningkatkan produktifitas.
Sumber kekayaan alam yang
melimpah merupakan potensi yang sangat bernilai bila dikelola dengan adil dan
lestari. Keanekaragaman budaya yang tersebar diseluruh wilayah merupakan daya
tarik yang bisa meningkatkan devisa bila dikelola dengan baik dan beradab. Mari kita kembali merenungkan segala potensi
ini agar kita bisa menyukuri dan memanfaatkannya secara adil dan lestari untuk
kelangsungan hidup anak bangsa dan kejayaan Indonesia tercinta. Dengan jujur kita harus mengakui bahwa sebagai bangsa yang
besar ternyata belum berhasil mengelola berbagai potensi dengan baik, bahkan
sebaliknya. Berbagai ironi justru kita jumpai dan tersebar di berbagai kawasan di negeri ini bertolak belakang dengan
berbagai potensi yang dimiliki.
Untuk itu
perubahan harus kita lakukan, kita perjuangkan dan kita gerakkan sehingga
menjadi gerakan nasional agar situasi dan kondisi segera berubah menjadi lebih
baik. Nantinya generasi kita tidak
tercatat dalam sejarah sebagai generasi perusak, kita tidak dihujat oleh
generasi penerus dan kitapun merasakan kedamaian dalam menjalani hidup di
negeri yang kita cintai ini. Untuk itu kita
perlu merefleksikan keadaan ini dan belajar dari pengalaman negara-negara maju di dunia agar kita bisa
menyikapi keadaan serta memilih langkah yang tepat sesuai dengan potensi yang
kita miliki saat ini.
Mas Joko
Mursito dari Pusdikkanas telah memberikan catatan dan pengalamannya kepada saya.
Banyak juga teman-teman lain yang telah berbagi melalui blog dan ternyata esensinya sama dengan hasil
diskusi saya di seminar “Date
With Destiny bersama Anthony
Robbins” yang diikuti oleh sekitar 900 orang dari 42 negara di The Western
Hotel Nusa Dua Bali. Adapun kesimpulan singkatnya adalah sebagai berikut :
Perbedaan antara
Negara maju atau kaya dengan Negara miskin tidak tergantung pada umur Negara
itu. Sebagai contoh adalah Mesir dan India umurnya lebih dari 2000 tahun,
tetapi sampai sekarang masih tetap terbelakang atau (miskin). Sementara Canada (1967), New Zealand
(1940), Singapura (1965), Australia (1901) adalah negara
yang belum sampai 200 tahun
tetapi negara-negara itu merupakan bagian dari Negara yang
maju di dunia dan penduduknya tidak lagi miskin.
Ketersediaan
sumber kekayaan alam juga tidak bisa menjamin suatu Negara itu menjadi kaya
atau miskin. Indonesia yang memiliki ketersediaan sumber kekayaan alam yang
melimpah ternyata sudah lebih 60 tahun merdeka sampai saat ini masih termasuk Negara berkembang dan banyak
kemiskinan. Sebaliknya Jepang mempunyai area sangat terbatas, daratannya 80%
berupa pegunungan dan tidak cukup untuk meningkatkan pertanian dan peternakan selain letaknya juga tidak strategis seperti Indonesia. Saat ini Jepang menjadi raksasa ekonomi
nomor dua di dunia. Jepang laksana suatu “Negara
Industri Terapung” yang besar sekali mengimpor bahan baku dari semua Negara dan
mengekspor barang jadinya. Sama-sama
diterjang badai tsunami ternyata Jepang lebih piawai dalam melakukan rekonstruksi sosial dibanding Indonesia.
Swiss tidak
mempunyai perkebunan coklat tetapi sebagai Negara pembuat coklat terbaik di
dunia.Negara Swiss sangat kecil, hanya 11 % daratannya yang bisa ditanami.Swiss
juga mengolah susu dengan kualitas terbaik, Nestle adalah salah satu perusahaan
makanan terbesar di dunia. Swiss juga tidak punya cukup reputasi
dalam keamanan, integritas dan ketertiban, tetapi saat ini Bank-bank Swiss
menjadi Bank yang sangat disukai.
Perancis adalah
negara yang memproduksi parfum dengan kualitas terbaik di dunia dengan harga
yang sangat mahal. Tahukah Anda bahwa 95 %
bahan pembuatan parfume tersebut berasal dari Indonesia yang dibeli
dengan harga yang sangat murah dan sering dipermainkan oleh para tengkulak. Dari data yang ada menunjukkan bahwa 80 jenis tanaman yang
bisa menghasilkan crude oil di dunia 70 jenis tumbuh dan berkembang
dengan baik di Indonesia.
Para
eskekutif dari Negara maju yang berkomunikasi dengan temannya dari Negara
terbelakang sependapat bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal kecerdasan intelegensia. Ras atau warna kulit juga bukan
faktor penting. Para imigran yang dinyatakan pemalas di Negara asalnya ternyata
menjadi sumber daya yang sangat produktif di Negara maju atau kaya di Eropa dan negara maju lainnya.
Lalu apa perbedaannya ?
Perbedaannya
adalah pada sikap/perilaku masyarakatnya yang telah terbentuk dalam waktu yang
lama melalui pendidikan dan kebudayaaan. Berdasarkan analisis atas perilaku
masyarakat di Negara maju, ternyata bahwa mayoritas penduduknya sehari-harinya
mengikuti/mematuhi prinsip-prinsip dasar kehidupan sebagai berikut :
1.
Etika, sebagai prinsip dasar dalam
kehidupan sehari-hari.
2.
Kejujuran dan integritas.
3.
Bertanggung jawab.
4.
Hormat pada
aturan dan hukum masyarakat
5.
Hormat pada hak orang lain/warga lain.
6.
Cinta pada
pekerjaan.
7.
Berusaha
keras untuk menabung dan investasi.
8.
Mau bekerja
keras.
9.
Tepat
waktu.
Di Negara terbelakang / miskin / berkembang, hanya sebagian kecil
masyarakatnya mematuhi prinsip dasar kehidupan tersebut. Sebagian besar
masyarakatnya tidak patuh.
Bagaimana dengan kondisi masyarakat dan
bangsa kita? Apakah nilai-nilai ini bertentangan dengan Pancasila yang pernah
diakui sebagai jalan hidup (way of life) bangsa? Apakah nilai-nilai ini juga
bertentangan dengan akhlaqul karimah dalam ajaran Islam ? Dalam surat Al-Ahzab (QS
33: 21) yang dinyatakan bahwa :
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ
حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ
كَثِيرًا [الأحزاب: 21]
ô“Sesungguhnya
pada diri Rasulullah saw. Terdapat tauladan
yang baik bagi mereka yang
menggantungkan harapannya kepada Allah dan Hari Akhirat serta banyak berzikir kepada Allah.”
Keteladanan berupa akhlaq yang mulia (akhlaqul-karimah)
yang diajarkan dan dicontohkan kepada seluruh umatnya dan patut kita teladani
antara lain :
1. Sifat yang
wajib bagi rasul seperti siddiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), tabligh (menyampaikan), dan fathanah
(cerdas). Keempat sifat ini membentuk dasar keyakinan umat Islam tentang
kepribadian Rasulullah SAW.
2. Integritas
juga menjadi bagian penting dari kepribadian Rasulullah SAW. yang telah
membuatnya berhasil dalam mencapai tujuan risalahnya. Integritas personalnya
sedemikian kuat sehingga tak ada yang bisa mengalihkannya dari apapun yang
menjadi tujuannya.
3. Prinsip
kesetaraan di depan hukum merupakan salah satu dasar terpenting
4. Salah satu
fakta menarik tentang nilai-nilai manajerial kepemimpinan Rasulullah SAW.
adalah penggunaan konsep sahabat (bukan murid, staff, pembantu, anak buah,
anggota, rakyat, atau hamba) untuk menggambarkan pola hubungan antara beliau
sebagai pemimpin dengan orang-orang yang berada di bawah kepemimpinannya.
Sahabat dengan jelas mengandung makna kedekatan dan keakraban serta kesetaraan.
5. Keberhasilan
Muhammad SAW. sebagai
seorang pemimpin tak lepas dari kecakapannya membaca situasi dan kondisi yang
dihadapinya, serta merancang strategi yang sesuai untuk diterapkan.
6.Tidak
mengambil kesempatan dari kedudukan. Rasulullah SAW. wafat
tanpa meninggalkan warisan material. Sebuah riwayat malah menyatakan bahwa
beliau berdoa: Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, matikanlah aku
dalam keadaan miskin dan kumpulkan aku bersama golongan orang-orang miskin di
hari kiamat.
7. Visioner
futuristic (melihat kedepan). Sejumlah
hadits menunjukkan bahwa Rasul SAW. adalah seorang pemimpin yang visioner,
berfikir demi masa depan (sustainable).
8. Menjadi
prototipe (model) bagi
seluruh prinsip dan ajarannya. Pribadi Rasulullah SAW.
benar-benar mengandung cita-cita dan sekaligus proses panjang upaya pencapaian
cita-cita tersebut. Beliau adalah personifikasi dari misinya. Terkadang kita
lupa bahwa kegagalan sangat mudah terjadi manakala kehidupan seorang pemimpin
tidak mencerminkan cita-cita yang diikrarkannya.
Setelah kita kaji secara mendalam ternyata nilai-nilai dasar kehidupan secara universal telah terkandung dalam butir-butir yang
terkandung dalam sila-sila dari Pancasila. Nilai-nilai ini ternyata
juga tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam, bahkan beberapa diantaranya
merupakan perintah agama. Bagaimana nilai-nilai ini dilaksanakan dan diajarkan oleh
masyarakat bangsa kita? Bagaimana dengan komunitas kita dan bagaimana pula dengan kita
masing-masing sebagai warga bangsa? Sudahkan kita menjadi bagian dari mereka yang
melaksanakan / mematuhi prinsip-prinsip itu ataukah sebaliknya? Apakah agama kita juga telah mengajarkannya? Sampai sejauh mana kita meyakini dan mengamalkannya. Komaruddin Hidayat, Rektor
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, menyatakan bahwa kehidupan sosial
di Jepang lebih mencerminkan nilai-nilai Islam ketimbang yang mereka jumpai,
baik di Indonesia maupun di Timur Tengah. Hal ini disampaikan terkait dengan
hasil penelitian sosial bertema ”How Islamic are Islamic Countries” yang dilakukan
oleh Scheherazade S Rehman dan Hossein Askari dari The George
Washington University. Hasil penelitian Selandia
Baru berada di urutan pertama negara yang paling islami di antara 208 negara,
diikuti Luksemburg di urutan kedua. Sementara Indonesia yang mayoritas
penduduknya Muslim menempati urutan ke-140. Kesimpulan penelitian di atas tak
jauh berbeda dari pengalaman dan pengakuan beberapa ustadz dan kiai sepulang
dari Jepang setelah kunjungan selama dua minggu di Negeri Sakura. Program ini
sudah berlangsung enam tahun atas kerja sama Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah, Jakarta, dengan Kedutaan Besar Jepang di Jakarta. Para ustaz dan
kiai itu difasilitasi untuk melihat dari dekat kehidupan sosial di sana dan
bertemu sejumlah tokoh. Setiba di Tanah Air, hampir semua mengakui bahwa
kehidupan sosial di Jepang lebih mencerminkan nilai-nilai Islam ketimbang yang
mereka jumpai, baik di Indonesia maupun di Timur Tengah. Masyarakat terbiasa
antre, menjaga kebersihan, kejujuran, suka menolong, dan….. (selengkapnya
baca Harian
Kompas, Sabtu 5 November 2011). Mari kita renungkan sejenak, dan kita bisa yakini inilah penyebab
utama dari semua ironi di negeri ini.
Kita bukan miskin (terbelakang) oleh karena umur negaranya yang masih
muda atau tingkat intelegensia kita yang rendah ataupun kekurangan ketersediaan
sumber kekayaan alam atau alam yang kejam kepada kita.Tidak!
Kita terbelakang / lemah / miskin karena perilaku kita yang kurang /
tidak baik. Kita kekurangan kemauan untuk mematuhi dan mengajarkan prinsip
dasar kehidupan yang
sebetulnya terkandung dalam nilai-nila Pancasila yang juga diajarkan oleh Rosulullah
saw sebagai akhlaqul karimah. Bahkan sebagian besar diantaranya justru
merupakan perintah Allah dalam kitab suci Al-Quran. Dengan mengamalkan dan
mengajarkan nilai-nilai itu dalam kehidupan sehari-hari akan memungkinkan masyarakat kita
pantas membangun masyarakat, ekonomi dan Negara kita.
Jika kita tidak mau mengamalkan dan meneruskan pesan ini, maka tidak akan
terjadi apa-apa pada diri kita masing-masing. Harta kita
tidak akan hilang, kita tidak akan kehilangan pekerjaan, atau mungkin kita
tidak kena sial selama 7 tahun, juga mungkin kita tidak akan sakit
mendadak.Tetapi jika
kita tidak mau mengamalkan dan meneruskan pesan ini kepada teman-teman kita
tentu tidak akan terjadi perubahan
apa-apa dalam Negara kita. Negara kita akan tetap dalam kemiskinan dan bahkan
akan menjadi lebih miskin. Yang lebih tragis lagi ada yang mengatakan bahwa
bangsa kita saat ini tanpa disadari sedang
dengan bangga dan sorak sorai
dengan alasan pembenar sesuai persepsi dan menurut
kepentingan diri dan kelompok masing-masing bersinergi meruntuhkan negeri ini. Naudzubillahi
min dzalik.
Jika kita betul-betul mencintai Negara kita, mari kita amalkan dan kita
teruskan pesan ini kepada keluarga, sahabat dan seluruh masyarakat di lingkungan kita masing-masing. Biarlah mereka ikut merefleksiikan hal ini. Kita harus mulai dari
sekarang jika ingin berubah dan mengubah keadaan. Dan.....perubahan dimulai dari diri kita sendiri.
Ingat firman Allah dalam Al Quran yang juga sering disampaikan oleh Presiden RI pertama dalam
pidatonya bahwa, “Firman Tuhan inilah gitaku, Firman Tuhan inilah harus menjadi Gitamu:
... إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا
بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ... الأية [الرعد: 11]
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum (bangsa) sehingga kaum itu mengubah keadaandiri
mereka sendiri…”
Setelah kita
merefleksikan bersama tentang keadaan kita dengan apa adanya, melihat ironi dan
potensinya, menyadari penyebab utamanya, apa yang harus kita lakukan sebagai
warga bangsa? Apakah kita masih perlu
saling menyalahkan? Apakah kita mau marah-marah dan melampiaskan kemarahan kita
dengan melakukan pengrusakan? Merusak
lingkungan, merusak barang milik negara atau orang lain, merusak barang milik
sendiri, bahkan merusak dirinya sendiri? Atau kita justru memanfaatkan setiap
peluang yang kita anggap menguntungkan diri atau kelompok kita, tanpa
menghiraukan nasib saudara-saudara kita yang lainnya sambil menunggu adanya
perubahan yang kita harap turun dari langit?
Jawabannya
tentu “Tidak!”. Orang yang cerdas dalam kehidupan apabila menghadapi persoalan segera bertindak mencari solusi
terbaiknya, solusi yang tidak merusak baik diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan (solutif non destruktif). Sedangkan
orang yang bodoh dalam kehidupan walaupun
terkadang cerdas secara intelegensia kalau menghadapi persoalan tidak
segera mencari solusinya, akan tetapi justru mempertanyakan bahkan
mempersoalkannya. Seringkali malah membuat persoalan baru oleh karena
tidak mau terima dengan persoalan /
permasalahan yang harus dihadapinya,
sehingga malah menambah masalah.
Sebagai jawaban
kita yang cerdas dalam kehidupan tidak ada kata
lain kecuali “perubahan”. Kita harus mengubah perilaku kita yang tidak atau kurang baik dan
mengajarkannya. Perubahan harus dimulai dari diri sendiri, dimulai dari hal
yang paling kecil dan dimulai sekarang juga secara konsisten sampai dengan
terwujudnya perubahan secara nasional melalui gerakan nasional perubahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar