Anda tentu tidak asing dengan ungkapan atau tepatnya keluhan orangtua seperti
ini, “ Pusing saya !!!…anakku kecanduan game, gara – gara itu nilai ulangannya
banyak yang merah “
“Game” seakan – akan jadi momok bagi orangtua, namun disisi yang lain
orangtua tidak bisa menahan keinginan anak untuk bermain game. Sehingga membuat
orangtua tambah pusing. Ada beberapa pertimbangan yang akhirnya orangtua
memberikan “game” itu pada anaknya, yaitu :
- Gak tahan mendengar rengekan
anak yangterus – menerus
- Takut dikatai “orangtua yang
ketinggalan jaman” oleh teman – temannya
- Takut nanti anaknya “gaptek”
- Takut nanti anaknya dianggap
“anak ndeso”
Kejadian orangtua mengeluhkan anaknya yang kecanduan game bisa dikatakan
sudah mewabah dikalangan orangtua saat ini. Seringkali saya menerima klien
dengan keluhan seperti itu.
Sahabat parent, saya ingin bertanya pada Anda…menurut Anda, sebenarnya
“Game” itu yangMENYEBABKAN masalah yang dikeluhkan orangtua ( diatas ) atau “Game” itu AKIBAT dari orangtua
yang belum memahami, belum mendapatkan cara yang efektif untuk mengasuh anaknya
?
Kalau kita mengatakan bahwa Game = Penyebab artinya… Game itulah yang membuat anak kecanduan sehingga lupa belajar atau
tidak tertarik untuk belajar.
Kalau kita mengatakan bahwa Game = Akibat artinya…Game adalah akibat dari pola pengasuhan orangtua yang kurang bisa
diterima oleh anak, yang kurang bisa mendukung anak, sehingga GAME sebagai
“alat” bagii anak – anak untuk mencari apa yang tidak mereka dapatkan dari
orangtuanya.
Masalahnya adalah jawaban atas pertanyaan di atas akan memberi pengaruh
pada cara menangani masalah itu, jelasnya…bahwa “ Apa yang kita nyatakan
itulah pandangan kita. Pandangan kita sama dengan mindset kita “ dan tentu itu memberi pengaruh yang sangat besar pada cara /tindakan kita
menyelesaikan masalahnya.
Bila kita mengatakan
bahwa Game = Penyebab, maka gampangnya adalah kita sita game tersebut dan
melarang anak untuk bermain game lagi atau memberi ijin main game tapi… dengan
memagarinya bermacam – macam syarat. Sekarang pertanyaannya adalah “Apakah hal
itu cukup efektif untuk menyelesaikan permasalahan di atas ? atau tidakkah hal
itu justru akan memunculkan masalah baru…?”
Sedangkan bila kita mengatakan bahwa Game = Akibat, maka tindakan kita
adalah melihat dan menelusuri masalah itu lebih dalam, lebih luas, dengan
bertanya pada diri sendiri dan anak.
Jadi di sini, kita akan cari akar masalah yang sesungguhnya itu apa ?
Jadi di sini, kita akan cari akar masalah yang sesungguhnya itu apa ?
Dari pengalaman saya sebagai hipnoterapist, bagi orangtua yang memiliki
pandangan Game = Penyebab dan menerapkan sanksi seperti di atas, yang terjadi
adalah anaknya semakin membangkang. Anak – anak ini bukannya mau bekerjasama
dengan orangtuanya, tapi malah tidak termotivasi untuk belajar. Dan kebanyakan
orangtua menyerah dan memberikan toleransi yang longgar kembali pada anaknya.
Dan hal itu menimbulkan dampak lain yang tidak kalah parahnya, apa itu… ?
Anak – anak merasa “di atas angin”, mereka merasa mampu mengendalikan orangtuanya.
Mereka semakin tidak punya rasa respek pada orangtuanya.
Sebaliknya beberapa orangtua yang mau dan bersedia untuk melihat masalah
itu jauh lebih ke dalam, mereka menyadari bahwa Game = Akibat.
Mereka melakukan tindakan mencari tahu apa akar masalah anak “kecanduan” game, kemudian mencari solusi dengan mengkoreksi sikap dan tindakannya. Mereka bukannya menyalahkan game-nya ataupun anaknya.
Mereka melakukan tindakan mencari tahu apa akar masalah anak “kecanduan” game, kemudian mencari solusi dengan mengkoreksi sikap dan tindakannya. Mereka bukannya menyalahkan game-nya ataupun anaknya.
Hasilnya tentu jauh lebih baik dan positif bagi kedua pihak, baik buat
orangtua maupun anaknya. Anaknya bersedia bekerjasama, yaitu mengendalikan diri
untuk bermain game, motivasi belajar meningkat dan relasi dengan
orangtuanya-pun semakin harmonis.
Bagaimana sahabat parent…, menarik bukan kondisi seperti ini ?
Bagaimana sahabat parent…, menarik bukan kondisi seperti ini ?
Inilah beberapa sikap dan tindakan yang penting dilakukan oleh orangtua :
- Mau dan bersedia memberikan
waktu pada dirinya untuk melihat masalah dengan lebih luas. Dari sisi
orangtua, sikap dan tindakan apa yang telah dilakukannya sehingga anak
“kecanduan” game. Misal : Kurangnya perhatian / kurang peduli pada anak
- Mengajak anak untuk dialog,
“Apa yang dibutuhkan anak tapi tidak dipenuhi oleh orangtua, namun bisa
dipenuhi oleh game ?”. Misal : Penghargaan
- Mencairkan relasi, dengan
langkah awal berani mengakui sikap dan tindakan yang selama ini kurang
perhatian dan peduli pada anak. Dan minta maaf pada anak bila hal itu
memang dilakukan oleh orangtua
- Membangun relasi dengan mulai
bersikap menghargai dan mengakui eksistensi anak. Misal : Beri waktu pada
anak untuk menyampaikan kebutuhannya, saat dia bicara dengarkan dengan
penuh perhatian.
- Diskusikan tentang hal – hal
yang ia suka kerjakan, agar orangtua bisa menawarkan banyak alternatif
kegiatan selain main game. Misal : Kegiatan oleh raga, musik dll
- Jangan gunakan kebijaksanaan
bersyarat. Misal : Kamu boleh main game asal nilai ulanganmu besok min. 80
Pendekatan di atas mempunyai tujuan selain menjadi solusi atas masalah
“kecanduan” game juga meneladani anak, bahwa sebuah masalah itu timbul pasti
ada sebabnya. Jadi kita tidak bisa begitu saja melempar tanggungjawab pada
pihak lain.
Jadi bukan “GAME” yang jadi Penyebab namun SIKAP ORANGTUA-lah yang Menjadi
Sebab. Disini anak akan semakin respek pada orangtuanya dan dia-pun akan
bertumbuh menjadi orang dewasa yang memiliki sikap terpuji, seperti sikap
bertanggungjawab, respek dan “fair”.
Bagaimana pandangan Anda…?
Sahabat parent, bila Anda merasa penting sekali untuk mengasah wawasan pola
asuh anak agar bisa bertindak lebih bijaksana pada anak – anak,Anda bisa baca
buku “ Mental Jutaan
Dolar “ karya Hemmarata.
Semoga sharing ini membawa manfaat dan inspirasi buat Anda.
Salam bahagia dan sukses Lebih lanjut hubungi 081 330 330 354 Fingerprint Consulting
Tidak ada komentar:
Posting Komentar